Tersengat Sastra Asma Nadia

Dok. Pribadi


Halo Assalamualaikum, hehe jarang-jarang ya aku menyapa kalian dengan salam yang menjadi identitas setiap orang muslim. Karena hari ini hatiku sedang sangat tergugah. Jadi, aku akan cerita banyak.

Hari ini adalah hari yang paling kutunggu-tunggu selama sepekan belakangan. Tentu karena ada hal yang sangat spesial dan sesuai dugaanku, hari ini begitu hebat. Aku mengikuti seminar yang diadakan oleh Kampusku. Hal yang paling kutunggu-tunggu adalah pembicara seminar kali ini. Sebut saja, beliau sudah membuahkan karya-karya novel best seller serta berhasil dengan mengangkat novel tersebut lebih dikenal oleh khalayak, khususnya masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan tokoh Pras, Arini, dan Meiros dalam novel dan film Surga yang Tak Dirindukan, kisah yang diangkat jika ditilik lebih dalam, memang terdengar klise. Masalah poligami dan sekelumit rumah tangga lainnya. Namun, sang penulis tersebut dapat menyajikan kisah yang biasa menjadi luar biasa. Sudah tahu dong siapa beliau?

Yap, Bunda Asma NadiaSubhanallah, Alhamdulillah sekali aku dapat mendengar langsung serta bersitatap langsung dengan beliau dalam Seminar Kampus. Banyak sekali ilmu dan wawasan serta pelajaran yang dapat aku ambil dari pembicaraan beliau.

Aku sudah membaca karya Asma Nadia sejak duduk di bangku SMP. Kala itu aku masih di pesantren. Kebetulan di Pesantrenku ada tradisi pinjam-meminjam novel. Jika ada adik kelas, kakak kelas, teman sebaya bahkan Ustadz yang mempunyai dan membawa novel ke Pesantren. Maka teman-teman akan bergantian meminjam. Kami mengenalnya dengan istilah Thobur yang artinya mengantri. Intinya, jika dipikir-pikir aku banyak membaca karya hebat sebenarnya saat di Pesantren. Karena orang tuaku bukan tipe orang tua yang gemar menularkan dunia literasi dan kami memang keluarga yang sangat sederhana. Aku juga jadi tidak bisa banyak membeli novel. Padahal membaca adalah salah satu hobiku. Tapi, aku bersyukur dipertemukan orang-orang hebat lainnya di Pesantren. Jikalau ada yang mempunyai novel, maka aku siap mengantri giliran meminjam novel-novel tersebut untuk dibaca. Nah, itulah pertama kalinya aku membaca novel-novel Asma Nadia.

Tentunya masih banyak novel-novel lainnya yang kubaca. Seperti novel karya A. Fuadi, Okky, lalu novel bergenre fantasi, romansa karya-karyanya Orizuka dan masih banyak lagi. Dahulu, aku tidak pilih-pilih bacaan. Entah itu bergenre motivasi, romansa, komedi, fantasi dan thriller sekalipun. Asal ada buku yang bisa dibaca. Aku akan melahap berbagai macam bacaan tersebut. Karena saat di Pesantrenku, kami tidak diperkenankan untuk membawa dan menggunakan ponsel. Jadi, satu-satunya hiburanku kala itu, ya dengan membaca novel.

Dok. Pribadi

Oke, back to Seminar Sastra dan Bedah Novel yang diadakan oleh Kampusku. Banyak sekali yang disampaikan oleh Bunda Asma Nadia. Mulai dari latar belakang kisah hidup beliau, yang dahulunya adalah seorang yang miskin. Saat kecil sering sakit-sakitan, hingga dapat berkeliling dunia gratis, karena beliau adalah Penulis. Sebenarnya hal-hal yang disebutkan di atas tadi, sudah pernah pula kubaca dari novel-novel karya beliau sebelumnya. Namun, mendengar langsung kisah hidup Bunda Asma Nadia ini rasanya seakan lebih menyentuh.

Dalam seminar tersebut, kami juga membedah salah satu novel Asma Nadia yang sudah difilmkan, yaitu Hijab Traveler Love Sparks in Korea. Karena akhir-akhir ini aku memang sedang sangat sering menonton drama Korea. Jadi, sedikit banyak aku tahu dan tidak asing dengan budaya-budaya yang ada di Korea yang menjadi latar tempat novel Hijab Traveler Love Sparks in Korea. Walaupun aku bahkan belum membaca novelnya serta menonton filmnya sebelumnya. Maafkan daku, Bunda Asma Nadia. Hehe—tapi, aku baca novel-novel Bunda Asma yang lainnya kok. (Oke, pembelaan). Karena ada perwakilan kelompok dari Mahasiswa di Kampusku yang mempresentasikan dan membedah serta mengulik novel Hijab Traveler Love Sparks in Korea, aku yang tidak tahu-menahu pun menjadi lebih mendapatkan gambaran tentang novel tersebut. 

Asma Nadia juga bercerita bahwa tokoh Hyun Geun, sosok laki-laki Korea yang digambarkan dalam novel Hijab Traveler Love Sparks in Korea adalah nyata. Beliau mempunyai kenalan dengan bernama sama, Hyun Geun. Beliau tuangkan tokoh tersebut dalam novel yang kami bahas. Luar biasa sekali, bukan? Sedikit banyak, novel-novel Asma Nadia merupakan mengangkat dari pengalaman pribadi, teman atau kenalan serta riset dan dikembangkan dengan ide dan imajinasi beliau.

Dok. Pribadi

Asma Nadia juga mengajarkan kami, memberi masukan serta tips-tips menulis dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang peserta Seminar ajukan dalam sesi tanya-jawab. Wah, begitu banyak ilmu hari ini yang beliau tularkan pada kami semua yang hadir dalam kesempatan tersebut.

Tidak lupa, hal yang paling membekas dalam benakku hingga saat ini setelah pulangnya dan selama acara Seminar berlangsung serta beberapa hal yang kutangkap dari simpulan pembicaraan beliau adalah,

1. Asma Nadia merupakan sosok tokoh Ibu, Istri, serta Anak yang sangat menjunjung tinggi dan sayang keluarga

Selama sesi pembicaraan berlangsung, tidak henti-hentinya beliau menyebut serta menyertakan suami, anak-anak, dan orang tuanya. Jadi, kebetulan saat seminar kali ini suami beliau juga ikut hadir. Dan dengan mantap Asma Nadia menyebutkan bahwa suaminya adalah sosok yang turut membantu proses hingga beliau bisa sampai seperti saat ini. Asma Nadia bahkan tanpa malu-malu memberi sign love ala Korea—dengan cara menempelkan jari telunjuk dan jempol di atasnya dengan menekuk tiga jari lainnya—pada suaminya.

2. Inti terbesar dalam menulis adalah menemukan motivasi serta alasan menulis

Dalam menulis, inti terbesar agar tulisan kita dapat selesai, sebenarnya hanya satu. Hal itu pula yang tidak beliau lupa untuk sampaikan berulang kali pada kami, yaitu temukan motivasi dan alasan kamu untuk mau memulai dan menyelesaikan menulis. Jika motivasi dan alasan untuk menulis sudah ada, kita hanya perlu menanamkan hal tersebut dalam hati dan mengingatnya terus-menerus sebagai acuan menulis kita. Tentunya selain tips-tips menulis lainnya yang beliau bagikan sebagai pendukung menyelesaikan menulis.

Mau tahu gak, apa alasan serta motivasi menulis Asma Nadia?

Balas dendam.
Ya, balas dendam. Sebab beliau dahulu adalah orang miskin, beliau ingin balas dendam dengan menjadi kaya. Ya, intinya itu hal yang aku tangkap dari pembicaraan beliau selama beberapa jam itu. Cara balas dendam, tentunya dengan menulis.

Pekerjaan yang dapat disandingkan dengan berbagai macam profesi serta enaknya lagi, pekerjaan yang tidak mempunyai bos. Menulis adalah pekerjaan paling tepat, khususnya untuk wanita yang telah menikah. Disela-sela kesibukan merawat anak, serta mengurus urusan rumah tangga, kita dapat menulis. Begitulah ucap beliau.

3. Menulis dengan menyampaikan amanat

Asma Nadia bukan hanya menulis untuk disukai pembaca dengan menuliskan cerita yang bagus saja. Tapi, bagaimana caranya dengan membaca novel karya beliau, seseorang tersebut dapat menarik amanat yang terkandung di dalamnya, serta dapat mengubah orang tersebut menjadi lebih baik. 

Apalagi, tampak sekali dari pembicaraan beliau, beliau adalah orang yang sangat religius. Beliau selalu berusaha dalam menulis dengan kegelisahan dan keresahan yang akhirnya dapat membuahkan karya dengan amanat baik dan luar biasa di dalamnya.

Seperti novel Emak Ingin Naik Haji. Betapa Asma Nadia resah dengan orang kaya di luaran sana, yang bisa pergi haji, umrah berkali-kali. Sedangkan banyak pula di luaran sana orang-orang tua yang ingin pergi haji saja harus menjual tanah dahulu, rumah, bahkan sampai tidak punya apa-apa. Tapi, masih saja ada agen-agen travel haji yang tega menipu mereka.

4. Asma Nadia mempunyai forum menulis yang dibuat bersama Suaminya

Asma Nadia mempunyai forum menulis tersendiri yang beliau buat bersama Suaminya di Facebook, yaitu Komunitas Bisa Menulis (KBM). Beliau sangat terbuka dengan berbagai ilmu tentang kepenulisan yang dapat beliau bagikan. Beliau merupakan sosok yang tidak pelit ilmu.

Bahkan ada satu cerita, Asma Nadia ini bernama asli Rani. Beliau mempunyai dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Suami beliau adalah seorang Jurnalis. Hebatnya, subhanallahnya lagi anak perempuannya juga sudah bergelut dalam bidang menulis pada usia tujuh tahun.

Dan tahu gak, apa kata anak laki-lakinya yang melihat Ayah, Ibu, serta kakak perempuannya ini menghasilkan karya buku? Dia pernah bilang saat usianya 9 tahun, "Aku iri ngeliat Bunda, Ayah, sama Kakak pada menulis. Aku juga pengen jadi penulis. Biar keluarga kami kompak." Kira-kira pembicaraannya seperti itu.

Duh, sungguh kehadiran beliau serta cerita keluarganya sangat menginspirasi. Terima kasih Bunda Asma Nadia, sudah membagikan ilmu dan pengalamannya yang luar biasa untukku khususnya, dan para peserta Seminar yang hadir hari ini umumnya. 

Semoga aku cepat-cepat menemukan motivasi dan alasan untuk menulis serta dapat menemukan ide lagi. Karena sedang terkena writer block. Semoga juga perjumpaan kami ini bukanlah perjumpaan pertama sekaligus terakhir untukku. Semoga dapat bertemu kembali di lain kesempatan dengan Bunda Asma Nadia. Amin.

Sekian ceritaku mengenai seminar hari ini. Mohon maaf jikalau dari ceritaku ada salah penafsiran atau gimana. Aku hanya ingin berbagi sekaligus mengabadikan dengan menuliskannya melalui blog. Siapa tau juga, dari kalian dapat menarik manfaat dari blogku. Jarang-jarang kan aku nulis yang berfaedah hehe. 

Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Salam literasi.





Comments

  1. Semoga dapat bertemu dengan beliau juga ya suatu waktu. Salam kenal kembali, kak.

    ReplyDelete

Post a Comment