Aku dan Kesoksucianku

Di dunia ini aku paham betul, Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam bentuk rupa hingga sifat dan karakter yang berbeda-beda. Namun, dewasa ini aku merasa dunia khususnya Indonesia--negara yang kutinggali--sedang dalam masa krisis humanisme. Terdengar sok suci, mungkin. Itulah mengapa kuberi judul blog ini seperti yang kamu bisa baca saat ini. 

Sebenarnya sudah lama aku terpicu untuk menuliskan hal ini. Tapi, selalu berakhir dengan bergumulnya macam benak yang tak terungkapkan dan hanya berkeliaran di otak hingga mungkin kadang aku lupa bagaimana kuharus mengatakannya. Hingga siang tadi, aku mampirlah di sebuah akun blog dan membaca sebuah tulisan berjudul Sulitnya Menulis dengan Jujur. Sejak saat itu aku tersadar. Sepertinya tidak ada yang salah dengan menuliskan hal ini dengan risiko banyak orang yang akan membaca tulisanku. Walau, toh aku tahu tidak ada juga yang suka mampir memeriksa tulisanku haha.

Apa sih yang ingin kubahas? Kebanyakan bertele-tele tau gak sih, kamu tuh! Eits, sabar. Mungkin karena aku orang yang cukup perfeksionis--sekarang sih aku merasa sifat perfeksionisku sudah makin berkurang--rasanya kurang afdol aja gitu kalau membahas sesuatu tidak dari awalnya. Entah, adikku yang pernah mengatakannya. Katanya, terkadang aku orang yang sangat membosankan kalau sedang bercerita. Karena saat aku bercerita, aku akan bercerita benar-benar sejak cerita itu dimulai. Jadi, terdengar sangat rinci dan mungkin itu yang membuat ia bosan. Salah satu teman SMA-ku juga pernah mengatakan, katanya aku tipe orang yang kalau bercerita mesti jelas. Harus dari awal banget gitu. Lucu ya, aku juga bingung.

Kan, aku jadi melantur kemana-mana.

Jadi gini, akhir-akhir ini aku terpicu banget sama pemikiran-pemikiran orang-orang bermedia sosial dewasa ini. Terutama untuk orang-orang yang suka sekali berkomentar buruk di sebuah postingan seseorang. Entah itu situs YouTube, Instagram atau bahkan Facebook.

Aku merasa, dewasa ini masyarakat Indonesia benar-benar menggunakan media sosial tanpa pikir panjang. Pernah gak sih, kamu mikir dengan kamu menjelekkan orang lain dengan dalih mengingatkan orang tersebut dengan memberi komentar buruk bagaimana perasaan orang tersebut jika membaca sebuah komentar burukmu? Kamu merasa puas dengan menjelekkan orang lain dan merasa sudah menjadi orang paling benar? Padahal di dunia nyata pun kamu sama sekali tidak kenal dan mengetahui bagaimana kehidupan orang tersebut.

Oke, ini kebanyakan teorinya. Mari sini kuberi contoh.

Sebuah kasus LGBT. Aku paham betul, semua orang di Indonesia juga sudah pasti tahu, muslim merupakan agama mayoritas di sini. Dalam Islam LGBT merupakan hal yang dilarang. Bahkan di Al-Quran sudah tercantum, bahwa orang-orang yang melakukan LGBT akan dilaknat oleh Allah. Pasti, ada saja orang-orang yang merasa agamanya kuat dan rajin beribadah tidak bisa menerima maksud tulisanku. Kamu akan langsung beranggapan bahwa aku sedang mengkampanyekan bahwa aku orang yang Pro-LGBT.

Padahal coba kamu beri sebuah bukti konkret, kalimat mana yang menyatakan bahwa aku Pro-LBGT? Di sini aku hanya ingin meluruskan. Coba deh, lihat lebih dalam. Tengok diri kamu jauh di dasar hatimu, tanyakan pada dirimu? Pernah gak sih, kamu berpikir kenapa orang-orang tersebut bisa terjerumus menjadi pelaku LGBT? Baiklah, di sini aku akan mengkhususkan, membahas bagian "T"-nya saja, alias transgender.

Alasan orang tersebut memilih mengubah jenis kelamin yang sudah menjadi kodratnya. Seperti, seorang laki-laki yang mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan dan hidup layaknya ia adalah seorang perempuan. Maksudku adalah orang-orang seperti itu harusnya dibimbing, bukan dikucilkan dengan menjustifikasi mereka dengan dalih mengingatkan. I mean, setiap orang tuh punya alasan masing-masing yang gak bisa kamu mengerti hanya dengan mendengar ceritanya atau bahkan hanya mendengar cerita dari orang lain. Tidak bisakah kalaupun kamu membenci perbuatan LGBT itu, kamu tidak harus menjustifikasi mereka? Menghakimi mereka dengan kalimat-kalimat yang bahkan kalau kamu yang dilontarkan kalimat seperti itu pasti akan sangat sakit hati.

Jatuhnya, kalian semua menjadi manusia yang tidak bisa menerima perbedaan dan memaksakan semua orang harus sama dengan kamu. Kalau ada yang berbeda pemikiran sedikit, kamu akan membabat habis orang tersebut dengan hujatan tiada tara.

Contoh kasus lainnya, misal ada seorang publik figur yang menyatakan pendapatnya mengenai apa yang tidak ia sukai. Lalu, karena kamu adalah orang-orang yang menyukai apa yang tidak disukai orang tersebut, kamu bergegas menghujaninya dengan kalimat memaki. Bahkan berujung menjelekkan orang tersebut dengan terus mencari-cari kesalahan serta kelemahan dirinya. Duh, mbok ya mikir. Enggak semua orang punya selera yang sama dengan apa yang kamu sukai gitu loh.

Nah, hal yang ingin kubahas selanjutnya adalah masyarakat Indonesia yang langsung terpicu amarah dihadapi dengan sebuah hal yang tidak sesuai dengan apa yang menurut mereka benar. Masyarakat Indonesia yang kuamati kini, khususnya dalam bermedia sosial. Seakan tidak mau menerima kebenaran dibalik hal yang menurut mereka salah. Jadi tuh, semacam orang hanya akan melihat sisi buruknya dari sebuah pernyataan, perilaku, atau apapun yang berkaitan dengan hal buruk menurut mereka. Tanpa mau tahu, bahwa sebenarnya inti diawal seseorang tersebut membuat sebuah pernyataan itu ada benarnya dan bermaksud baik loh. Tapi, manusia-manusia ini hanya melihat satu kesalahannya saja tanpa memandang dari sisi baik lainnya.

Duh, apaan sih. Ya, begitulah unek-unek yang ingin sekali aku ungkapkan. Entah, apakah setelah ini kamu akan berpikir untuk unrespect atas pernyataanku dan menganggapku sok paling benar dan bijak. Setiap orang berhak menilai, tapi tidak menghakimi. Aku tidak bisa membuat semua orang selalu menyukai dan sependapat denganku. Bahkan Nabi Muhammad SAW yang sudah dijamin oleh Allah surga baginya saja, masih banyak kaum kafir yang membenci beliau. Wallahu a'lam bisshawab. 

Comments