Nyuci piring itu tugas cewek!


Ada apa dengan semua orang? Hari ini adalah Hari Kartini. Aku bukan orang yang sejak bersekolah gemar merayakan Hari Kartini. Memakai kebaya, misalnya. Bukan berarti aku tidak patriotis–ya memang sih.

Berbicara soal perempuan. Ada banyak hal yang ingin kuungkapkan. Mengenai keseteraan gender, feminisme, dan patriarki.

Enggak, aku bukan akan menjelaskan pengertian kata-kata yang mungkin buat sebagian orang masih sangat tidak familiar.

Ini hanya pembahasan biasa yang akan sangat terdengar sepele. Bahkan bagi kaum perempuan sendiri. Ya, anggap aja hanya aku yang merasakannya.

Jadi, ini opiniku.

Sejak mengenal kata feminisme, kesetaraan gender, dan patriarkat yang ketiga-tiganya selalu saling berhubungan. Oh ya, ada satu istilah lagi, misoginis.

Terkadang karena budaya patriarkat yang sudah mendarah daging–bisa dibilang demikian, untuk hampir banyak orang. Layaknya budaya, layaknya kebiasaan yang tidak pernah dipermasalahkan, begitulah patriarki terus terbentuk dan ada sejak dahulu.

Kemarin, kebetulan dua tokoh influencer wanita membuka obrolan topik mengenai kesetaraan gender melalui live di instagram mereka. Gitasav dan Kalis Mardiasih. Dua tokoh perempuan favoritku jika sudah membicarakan tentang berani speak up tentang feminismenya.

Aku gak tahu, hanya dengan alasan aku sependapat dengan pemikiran feminisme yang mereka sebarkan, apakah aku sudah bisa dibilang termasuk feminis juga? Tapi, kalaupun benar begitu. Aku gak pernah malu atau takut menyatakan, Ya, Saya Feminis.

Banyak orang-orang yang mengaku dan menganggap dirinya taat beragama menentang paham feminisme. Menganggap dan berpikir bahwa patriarki bukanlah hal yang harus ditentang. Bahkan tanpa sadar mengkaitkan agama-berdalih atas dalil-dengan patriarkinya dengan balasan surga dan bla bla blanya.

Aku ingin muak dengan semua itu. Aku ingin semua orang tahu, tidak hanya para perempuan aja, laki-laki khususnya bahwa walau aku feminis, bukan berarti aku membangkang dari streotip taat beragama. Beneran deh, kadang mau dijelaskan seperti apapun kalau dasarnya benci dan gak suka, orang gak akan mau tahu gimana kebenarannya.

Satu yang aku yakini dan pahami adalah aku mencoba menanamkan dalam diriku, kalau gak semua orang bisa mengerti dan selalu sependapat dengan kita. Mereka yang berpegang teguh pada keyakinan bahwa paham feminisme itu salah kesemua-semuanya, pasti punya alasan. Sayangnya, karena dibesarkan di lingkungan berbeda dan pemahaman yang selama ini mereka anut, itulah yang mereka yakini benar. Sampai gak sadar, sebenarnya itu memang benar atau sudah menjadi kebiasaan yang gak pernah dipermasalahkan, makanya mereka yakin itu benar.

Aduh, apaan sih ngomong gue belibet.

Contoh kecil yang selalu bikin gue eneg adalah pada pekerjaan rumah. Bahwa tugas cewek adalah di dapur, memasak, nyapu, nyuci piring, ngepel, nyuci baju, dan segudang pekerjaan rumah lainnya. Cewek harus bisa semua itu agar bisa melayani suami dan jadi istri sholehah. Pembebanan seorang istri yang juga harus merawat anak. Sedangkan suami tugasnya mencari nafkah. Kenapa pola pikir ini selalu jadi makanan setiap orang?

Kalau gue cewek dan gak beberes rumah, gue salah gitu. Padahal, apa susahnya sih mencuci piring sendiri sehabis makan? Tanpa harus adanya embel-embel lo laki-laki atau perempuan. Itu tuh, cuma contoh kecil kebiasaan untuk bisa bertanggung jawab bahkan pada hal kecil dan sepele semacam abis makan ya cuci piring sendiri. Gak harus menunggu cewek di rumah buat beberes. Padahal dia makan hari itu aja, enggak. Tapi, ia dituntut harus membereskan hal yang gak dia perbuat. Sesulit itu kah?

Iya, itu contoh paling sepele tapi sampai saat ini gak ada yang pernah protes dan membenarkan akan hal itu? Why?

Ada apa dengan semua orang?

Comments