Review Buku All The Bright Places Karya Jennifer Niven

Hai, teman-teman. Apa kabarnya? 

Buku apa nih yang kali ini berhasil kamu baca sampai habis? Kalau aku baru aja menamatkan buku berjudul All The Bright Places-nya Jennifer Niven. Mengingat nama Jennifer Niven sendiri, novel All The Bright Places ini merupakan novel kedua yang kubaca dari karyanya. Buku pertama Jennifer Niven yang kubaca pertama kali adalah Holding Up The Universe. Mungkin, teman-teman yang memang hobi membaca pasti gak asing dengan kedua judul tersebut. 

Jadi, sebelum berangkat menuju ulasan bukunya. Yuk langsung aja kita tengok sinopsis novelnya!


Dok. Pribadi

Judul: All The Bright Places

Penulis: Jennifer Niven

Penerjemah: Angelic Zai Zai

Tebal: 400 halaman

Terbit: 2017

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

ISBN: 978 - 602 - 03 - 6336 - 3

Baca via: Ipusnas


Sinopsis

Novel ini bercerita tentang Theodore Finch, seorang cowok yang terobsesi pada kematian. Belum apa-apa, cerita sudah dimulai dengan keberadaan Finch di langkan Menara Lonceng Sekolah. Ia berniat untuk bunuh diri dengan terjun dari sana. Namun, hal itu terhentikan karena tiba-tiba saja ia melihat bukan hanya dirinya saja yang berada di sana. 

Yap, Violet Markey juga berdiri di seberang langkan dengan sepatu bot di tangannya. Entah menatap kakinya sendiri atau tanah di bawahnya. Lalu, kejadian begitu cepat antara siapa yang menyelamatkan siapa. Kabar beredar berikutnya adalah Violet, si pahlawan Theodore Finch yang hendak melompat dari langkan Menara Lonceng Sekolah. 

Sejak itu, Finch jadi tertarik dengan Violet. Ia mencari tahu, siapa itu Violet. Yang kemudian ia peroleh informasi bahwa Violet adalah si cewek yang selamat dari kecelakaan yang menewaskan kakaknya, Eleanor Markey.

Ketika pelajaran Geografi Amerika berlangsung, dimana di kelas itu lah Finch dan Violet berada di kelas yang sama, Mr. Black, guru mereka menugaskan untuk membuat sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang untuk melakukan perjalanan sebelum mereka lulus dari sekolah. Sebenarnya, itu atas usul Finch sih, haha. Tanpa ba-bi-bu, Finch menyerukan nama Violet Markey untuk sekelompok dengannya, melakukan perjalanan bersamanya. 

Lalu, bagaimana keseruan perjalanan antara Finch dan Violet? Benarkah hanya keseruan yang mereka lewati selama hari-hari sebelum kelulusan tiba? Dan, ada apa dengan Finch yang selalu terkadang muncul lalu detik berikutnya menghilang?

Ulasan:

Karena aku sudah pernah membaca novel berjudul Holding Up The Universe sebelumnya, tema yang diusung dalam novel ini masih sama, yaitu mental health issue. Dimana tokohnya yang mengalami depresi hingga sangat ingin bunuh diri. Kesamaan lainnya dari penulisan khas Jennifer Niven adalah penulis sangat gamblang menokohkan karakter yang berkeinginan bunuh diri. 

Walau begitu, awalnya aku sangat bingung dengan Finch. Kalau keinginan Violet menginginkan bunuh diri sudah jelas, ia mempunyai masa lalu, dimana ia merasakan kesedihan yang mendalam yang bahkan bisa disebut ia sampai trauma untuk menaiki mobil lagi sejak kecelakaan yang menewaskan kakaknya, ia bahkan sampai berhenti menulis lagi setelah itu. Padahal ia mempunyai blog yang ia buat bersama kakaknya. Ia adalah tipe orang yang akan sangat lancar saat menulis, namun lagi-lagi sejak kecelakaan tersebut hal-hal tersebut jadi tidak ia lakukan kembali. Dan aku sebagai pembaca merasa dapat mengerti alasan-alasan tersebut. 

Sementara Finch? Aku bahkan bertanya-tanya, mengapa? Apa yang menyebabkannya selalu memikirkan tentang kematian? Dan hal itu baru penulis paparkan di pertengahan menuju akhir cerita. 

Aku suka gaya bahasa penulis yang ringan, tapi mempunyai insight di dalamnya. Seperti bagaimana ia dalam narasi juga menambahkan informasi-informasi kecil, terkadang terdengar sepele, namun penting karena berkaitan dengan alur cerita yang dibangun. Contohnya, informasi-informasi sederhana mengenai orang tertinggi di dunia ternyata berasal dari Indiana. Lalu, berapa persen kemungkinan orang-orang yang mati bunuh diri disebabkan gantung diri, minum pil, atau melompat dari ketinggian memiliki ciri-cirinya masing-masing. 

Penulis juga menceritakan novel ini dari dua sudut pandang tokoh yang berbeda. Finch sebagai sudut pandang laki-laki dan dengan konflik batin dan permasalahan hidupnya. Lalu, Violet sebagai sudut pandang perempuan tentunya dengan konflik batin dan permasalahan hidupnya. Saat memasuki tokoh Finch, penulis memulai dari kejadian hari dimana Finch selalu terjaga, begitu seterusnya hingga ia makin mengenal dekat Violet. 

Sementara saat memasuki tokoh Violet, penulis menuliskan alur maju dengan dituliskan beberapa hari mendekati hari kelulusan Violet dari sekolah. Karena itu lah yang ia tunggu-tunggu, sampai akhirnya ia mengenal Finch.  

Nah, yang membuatku semakin menyukai gaya bahasa dari penulis ini adalah diksi baru yang kutemukan. Sebenarnya, ini tidak berlaku untuk penulis Jennifer Niven saja, seperti novel terjemahan lainnya yang misalnya ditulis oleh John Green pun aku merasakan hal yang sama. Kesimpulannya, terkadang dalam membaca buku terjemahan kita akan semakin memperoleh banyak kosa kata baru ketika membacanya. 

Hal lainnya yang kusukai dari novel ini adalah saat Finch dan Violet saling berkirim pesan di Facebook. Saat Finch mengutip kalimat yang diucapkan Virginia Woolf. Rasanya kayak pembicaraan itu berbobot dan terkesan keren aja. Haha. Karena di dunia nyata jarang banget gak sih, bisa ngobrol nyambung pembahasan serius dengan cowok. Haha. Loh, jadi curhat?!

Kebetulan, aku juga tipe orang yang sangat suka menuliskan hal-hal baru. Karena aku senang membuka lembaran KBBI--tepatnya bukan lembaran karena aku membaca KBBI V versi digital. Berikut kosa kata baru yang kuperoleh saat membaca All The Bright Places:


GLOSARIUM:

  • Langkan: Serambi atas tempat meninjau; balkon / Pagar berupa kisi-kisi (pada jembatan dsb.) 

  • Detensi: penahanan; penawanan
  • Baji: pasak untuk merapatkan atau menjejal sesuatu supaya renggang / ruyung (kayu, besi) tajam untuk membelah kayu

  • Vorteks: cairan atau gas yang partikel yang bergerak berputar
  • Bulevar: jalan raya yang lebar, biasanya dengan deretan pohon di kiri kanan; adimarga
  • Epitaf: tulisan singkat pada batu nisan untuk mengenang orang yang dikubur di situ / Pernyataan singkat pada sebuah monumen
  • Gigantisme: pertumbuhan abnormal bagian tubuh dengan ukuran dan bentuk yang melebihi ukuran normal
  • Arboretum: tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan
  • Patio: serambi terbuka di belakang rumah.

Aku juga menyukai bagaimana penulis mendeskripsikan perjalanan karyawisata Finch dan Violet ke berbagai daerah di Indiana. Finch memiliki aturan dalam perjalanan mereka, yaitu: tidak menggunakan ponsel untuk membawa mereka ke sana, melainkan membaca peta dan harus meninggalkan sesuatu di tempat yang dikunjungi. Tidak lupa memilih lokasi yang akan dikunjungi secara bergantian antara usul Finch, lalu usul Violet.

Hal yang sering kali kita lupakan saat kita bepergian adalah kita selalu ingin menerima. Dalam hal ini perjalanan misalnya keindahan pemandangan dan suasana momen yang dilalui saat bepergian. Maka, di sinilah menurutku suatu gagasan yang baik sekali saat Finch menuliskan harus juga meninggalkan sesuatu sebagai kenangan. 

Walaupun aku sangat asing dengan tempat-tempat yang dikunjungi Violet dan Finch, pendeskripsian tempat oleh Penulis cukup membuatku ikut terpesona sehingga ingin mengunjungi tempat tersebut juga. 

Selanjutnya, aku mau membagikan kutipan-kutipan yang kusukai dari novel ini dan membahas mengenainya;

Aku mempelajari bahwa ada kebaikan dalam dunia ini jika kita mencarinya dengan cukup gigih. Aku mempelajari bahwa tidak semua orang mengecewakan, termasuk aku, dan bahwa gundukan setinggi 383 meter di tanah bisa terasa lebih tinggi dibandingkan menara lonceng bila kita berdiri di sebelah orang yang tepat. (hlm. 112)

Pada saat POV (sudut pandang) Finch diceritakan, ada kebiasaan unik yang dilakukan ibu Finch kepada anak-anaknya saat di meja makan. Oh ya, sebelum itu perlu kuceritakan mengenai keluarga Finch. Finch mempunyai dua saudara perempuan, Kate yang hanya bertaut satu tahun lebih tua darinya, dan Decca yang masih berusia delapan tahun. Ayahnya meninggalkan mereka dan lebih memilih membangun keluarga kecil bahagia barunya. Namun, mereka masih sering berkunjung ke rumah Ayahnya setiap sepekan sekali. 

Nah, balik lagi ke kebiasaan unik yang sebenarnya lumrah yang dilakukan ibu Finch saat sedang makan malam dengan anak-anaknya adalah ia akan selalu menanyakan bagaimana keseharian anak-anaknya selama di sekolah. Pertanyaan sederhana, memang. Tapi, cukup menggambarkan suasana keluarga--walau Finch berpikir itu hanya salah satu strategi ibunya untuk berusaha terlihat sudah menjalankan kewajibannya sebagai peran ibu. 

Dan untuk pertama kalinya, seperti yang dituliskan pada kutipan di atas. Finch yang biasanya jika ditanyakan bagaimana keadaannya di sekolah, ia akan menjawab biasa-biasa saja dan terkesan ogah-ogahan karena tidak ada yang menarik. Namun, perkataannya tersebut yang walau tidak ibunya dan Decca mengerti, menjadi perubahan baru bagi mereka. 

Dan kutipan itu bisa terlontar dari bibir Finch, karena perjalanan yang baru saja ia habiskan bersama Violet dalam rangka tugas karyawisata Mr. Black. 

Masalah manusia adalah mereka lupa bahwa seringnya hal-hal kecillah yang berarti. Semua orang sangat sibuk menunggu di Tempat Menunggu. Seandainya kita berhenti untuk mengingat bahwa ada sesuatu seperti Menara Purina dan pemandangan seperti ini, kita semua pasti akan lebih bahagia. (hlm. 163)

Ya, aku sangat setuju dengan ucapan Finch pada Violet dari kutipan tersebut. Seringkali kita sebagai manusia melupakan hal-hal kecil yang berarti yang dapat membuat kita tersenyum. Sesederhana melihat pemandangan indah.

Kau adalah seluruh warna yang menjadi satu, yang paling benderang. (hlm. 180)

Oh, damn! Bukan dalam arti buruk, kata-kata itu manis  banget gak sih?! Apalagi kalimat tersebut terlontar dari mulut Finch pada Violet. Aku aja yang membacanya baper. Berasa lagi digombalin, tapi dengan kata-kata yang elegan. Haha.

Harapanmu terletak pada kemampuanmu untuk menerima bahwa kehidupanmu yang kini terbentang di hadapanmu telah berubah untuk selamanya. Kalau kau bisa melakukan itu, kedamaian yang kau cari akan menyusul. Berubah untuk selamanya. (hlm. 357)

Kalau yang satu ini, benar-benar mampu menohokku lebih keras. kalimat ini menyadarkanku, yeah, dalam hidup yang menyakitkan ini kita harus bisa menerima bagaimana keadaannya. Sulit, tapi begitu lah hidup. 

Sayangnya, keberadaan teman-teman Finch seperti Charlie Donahue dan Brenda Shank sebagai kedua orang teman yang disebutkan adalah teman dekat Finch keberadaannya tidak sering disebutkan dalam cerita. Namun, sebaliknya pada POV (sudut pandang) Violet, teman-teman seperti Amanda, Rayn, Roamer sekali pun lebih terasa keberadaannya. 

Konflik utama mulai timbul saat Finch dan Violet tidak pulang semalaman dan baru pulang esok paginya. Padahal, yeah, mereka hanya menghabiskan malam di Menara Purina dan tertidur di sana. Catatan, bahkan tidak terjadi apa-apa.

Sayangnya, kepercayaan penuh yang sudah diberikan orang tua Violet--yang berdalih rasa tanggung jawab dan kasih sayang, yang sebenarnya terkesan terlalu ikut campur urusan anaknya tersebut--membuat Finch tercoret dari daftar kepercayaan menitipkan Violet bersama Finch. Mereka akhirnya tidak diperbolehkan bertemu sama sekali. 

Bahkan keadaannya sampai sangat kacau. Orang tua Violet menghubungi orang tua Finch. Yang menyebabkan sampai ayah Finch juga ikut turun tangan. Saat Finch dan Violet sampai rumah masing-masing, kedua orang tua mereka sudah menunggu mereka. 

Terjadi sebuah percekcokan antara Finch dengan ayahnya. Ada masa lalu, dimana Finch sampai saat ini memiliki garis bekas luka panjang di perutnya. Dan hal itu disebabkan oleh Finch kecil yang tidak bisa apa-apa menghadapi ayahnya yang emosi. Selain luka fisik yang membekas di tubuhnya, ada luka batin masa lalu yang disebabkan ayahnya yang akhirnya masih dibawa oleh Finch hingga kini. 

Aku mengenalnya dengan sebutan innerchild. Innerchild adalah luka masa kecil--perasaan emosi, marah, sedih, kekecewaan--yang masih dibawa hingga dewasa oleh seseorang. Hal itu bisa menimbulkan tanpa sadar, jika hal itu disebabkan oleh orang tua, kita akan membenci orang tua kita. Perasaan itu membawa dampak negatif. Dan kurasa, itu lah yang terjadi pada Finch.

Ini juga digambarkan pada saat dimana Finch diceritakan sangat emosional, saat ia kecil pernah ada seekor burung yang terus menabrakkan diri dengan mematuk-matuk paruhnya di patio rumahnya. Ia meminta pada kedua orang tuanya agar burung tersebut dibawa masuk ke rumah dan dibiarkan dipelihara di rumah. Akan tetapi kedua orang tua Finch tidak mengizinkan, hingga akhirnya naas burung tersebut mati. Finch merasa, hal tersebut tidak harus terjadi jika saja Finch membawa masuk burung tersebut. Bahkan sampai ia beranjak duduk di bangku senior sekolahnya kini, ia masih membawa pikiran penyesalan masa lalu itu. 

Balik lagi ke percekcokan Finch dengan ayahnya. Rasanya amat sangat pilu, sesak, aku masih ingat perasaanku saat membaca bagian itu. Air mataku luruh begitu saja. Aku merasakan, ya, memang kadang kali yang menyakiti kita sebegitu sakitnya adalah orang terdekat kita sendiri. Di sini orang tua, Ayah Finch. 

Berlanjut ke konflik berikutnya, saat Finch mulai tidak ada kabar. Jadi, selama tidak diperbolehkannya Finch dan Violet berhubungan lagi, mereka melanggarnya. Mereka bahkan terus bertemu di sekolah dan di luar sekolah. Namun, suatu hari Finch menghilang. Violet menanyakan keberadaan Finch pada keluarga Finch. Alih-alih kekhawatiran yang timbul dari raut wajah keluarga Finch, mereka mengatakan Finch memang sering demikian. Paling ia hanya sedang berlari ke suatu tempat dan pasti akan kembali.

Finch kembali semakin memikirkan ingin mengakhiri hidup. Ia bahkan sampai mengambil pil-pil obat tidur milik ibunya dan menenggak seluruh botol tersebut. Namun, kemudian ia tersadar. Ia segera memuntahkan apa yang ia minum dan segera berlari ke rumah sakit. Dan di mulai dari sini lah aku tahu Finch mengidap bipolar. Yap, terjawab sudah mengapa Finch terobsesi pada kematian, ia memikirkan bagaimana cara ia bunuh diri setiap harinya, bahkan mencatatnya. 

Tidak ada yang tahu kejadian tersebut, saat ia dirawat sementara di rumah sakit. Akhirnya, Finch menemukan sebuah komunitas Life is Life. Life is Life merupakan perkumpulan orang-orang yang merasa depresi dan pernah mencoba untuk mengakhiri hidup mereka yang bertujuan untuk mencari pencerahan dan semangat hidup kembali. Di situlah ia bertemu tak sengaja dengan Amanda, teman Violet, orang yang juga sering membulinya, mengatakan Theodore aneh.

Cukup mengagetkan ada Amanda di sana. Ternyata Amanda mengidap bulimia, yaitu keinginan terus makan namun memuntahkan kembali isi makanannya. Padahal ia Amanda. Amanda si gadis populer, punya segalanya. Tapi, pernah merasakan ingin mencoba melakukan bunuh diri. 

Di sini penulis memberi pesan, orang sepopuler apapun dirimu, mental illness bisa menyerang siapa saja. Bahkan Rayn, cowok populer yang juga mantan kekasih Violet itu adalah seorang kleptomania. Kleptomania adalah penyakit mental yang berkeinginan mencuri barang-barang milik orang lain, sekalipun barang tersebut tidak berguna.

Sampai akhirnya Amanda mengadukan hal itu pada Violet. Saat Violet akhirnya bertemu kembali dengan Finch, ia hendak menanyakan hal itu. Apa benar Finch berusaha bunuh diri. Tapi, melihat Finch yang sekarang membuat Violet ingin membiarkan hal itu. Ia tetap Finch yang Violet kenal. Memang agak berbeda, Finch jadi menyukai lemarinya dan tinggal di sana. Membuat ruang rahasia, membangun kehidupan di dalam lemarinya. 

Violet panik. Ada yang aneh dengan Finch. Violet ingin membantu Finch. Maka ia pun memberitahukan tentang Finch yang butuh pertolongan pada kedua orang tuanya. Awalnya mereka marah, tidak terima ternyata anaknya masih berhubungan dengan Finch. Namun, akhirnya orang tua Violet mencoba membantu. Mereka menghubungi ibu Finch dan menelepon psikiater untuk Finch. Tapi, usahanya nihil. Finch semakin tidak bisa ditemui. Ia menghilang, lagi.

Klimaksnya, ini akan menjadi spoiler, cukup kuperingatkan untuk kamu yang tidak menyukai spoiler, silakan skip bagian ini.  

Suatu hari Kate datang ke rumah Violet, menanyakan apakah ia tahu dimana Finch berada. Karena biasanya setiap sabtu, Finch akan mengirimi memberi mereka kabar lewat pesan. Tapi, kali ini ada yang aneh dengan pesan yang dikirim Finch. Yang ternyata beberapa menit dari pesan yang dikirim Finch pada keluarganya, ia juga mengirimi Violet pesan aneh. Seakan ia akan pergi dan tidak kembali. Dan bukan hanya Violet dan keluarganya yang mendapatkan pesan itu, Charlie, dan Brenda teman dekat Finch pun mendapatkan pesan masing-masing.

Ibu Finch berpesan pada Violet, mungkin Violet tahu kemana Finch, untuk mencarinya. Violet pun memasuki kamar Finch dan mengelilingi isi kamar Finch. Akhirnya ia memasuki lemari, ruang rahasia Finch dan menemukan beberapa post it yang ditempelkan di dinding dalam lemari dengan urutan perkata yang berbeda-beda. Ia pun menyusun kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat. Ya! Finch tentu aja meninggalkan pesan.

Violet rasa, ia tahu dimana Finch pergi. Itu adalah tempat yang pernah Finch dan Violet kunjungi sebagai proyek kelasnya. Air adalah tempat yang Finch sukai. Violet pun pergi ke danau, dimana ia pernah ke sana bersama Finch. Sudah beberapa kali ia menyelam ke dasar, namun ia tidak cukup kuat menahan napas di dalam air selama yang bisa dilakukan Finch. Ia pun akhirnya meminta bantuan, menelepon polisi. 

Dan seperti yang sudah kita bisa tebak bagaimana ini akan berakhir. Gak! Gak! Gak! Kenapa Finch akhirnya harus tiada?! Ia meninggal. Polisi dan keluarga menyimpulkan bahwa kematiannya adalah sebuah kecelakaan. Tapi, Violet tahu bahwa itu adalah tindakan bunuh diri. Mungkin semua orang tahu, hanya saja berusaha mempermudah keadaan. Ya, kau tidak akan dihakimi jika kau meninggal karena kecelakaan. Namun, sebaliknya. Jika kamu meninggal karena bunuh diri akan selalu ada stigma di sana.   

Pesan yang disampaikan penulis sungguh menohok hati pembaca. Penulis mampu menjabarkan cerita dengan makna dan pesan yang menyentil siapa pun yang membacanya. Aku sempat membaca salah satu ulasan di sebuah situs goodreads dan salah satu pembaca tersebut memberikan sebuah ulasan yang mengatakan bahwa kamu gak harus mengalami depresi dulu, dibuat kehilangan seseorang yang berharga terlebih dahulu, kamu juga gak harus berusia remaja-dewasa muda untuk bisa mendalami dan tertampar juga menyukai cerita ini. Yap, aku setuju dengannya.

Walaupun kamu bukan orang-orang yang disebutkan di atas, penulis kembali menyadarkan hati setiap orang untuk peduli. Ya, kurasa peduli adalah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana ending cerita ini seharusnya tidak terjadi. Jika saja, semua orang mau peduli.  

Penulis juga memberikan pesan tersirat bahwa untuk tidak meremehkan orang lain. Terbukti dari Finch kita belajar, ia memang terlihat selalu bertindak sesuka hatinya. Terkenal agak berandal akibat perkelahiannya dengan Roamer. Namun, orang-orang malah menjulukinya Theodore si aneh. 

Begitu juga saat Finch menghilang, tidak ada yang benar-benar peduli untuk mau tahu, dimana ia berada. Tidak teman-temannya, tidak juga keluarganya. Mereka hanya percaya bahwa Finch memang seperti itu. Meremehkan, menganggap Finch hanya aneh. 

Dan menyebalkannya lagi saat Finch akhirnya meninggal dunia, orang-orang yang sering memanggilnya si aneh datang seolah-olah mereka ikut merasa berbelasungkawa. Atau mungkin memang mereka baru sadar, kalau tindakan mereka keterlaluan. 

Novel ini bagus banget untuk dibaca oleh siapapun. Berapa pun usiamu. Karena tema mental illness memang nyata adanya. Tema yang harus diterima kenyataannya, bukan diteriaki kamu aneh! Kamu gila! Enggak, mental illness itu nyata adanya, alangkah baiknya kalau kita lebih aware terhadap semua orang. Seberapa baik atau buruknya seseorang, mereka pantas diperlakukan baik. Karena setiap orang punya nilai juangnya tersendiri dengan hidupnya. Kita gak pernah tahu bagaimana hari-hari yang orang lain lalui. Menghargai dan peduli adalah kunci.

Jadi, untuk kamu yang sudah membaca buku ini bagaimana tanggapannya? Oiya, sebuah tambahan buku ini sudah bisa dibaca secara legal di aplikasi Ipusnas loh.

Sampai bertemu di tulisanku lainnya :)





Comments