Jung's Map of The Soul an Introduction: Teori Psikologi dan Refleksinya pada Drama Korea

Hai, aku balik lagi ngeblog. Kali ini, aku baru aja menyelesaikan membaca buku yang jadi referensi teori lagu BTS di album mereka yang berjudul Map of The Soul. Buku ini pernah dibaca oleh RM - BTS. Yap, jangan tanya bagaimana rumitnya buku yang dibaca oleh RM wkwk. Karena saking menariknya buku ini, aku sampai menyiapkan buku catatan setiap kali membacanya hahaha. 

Emang ya, bacan orang ber-IQ tinggi berat banget hahaha. Eits, tapi ... tunggu dulu. Walaupun pembahasannya berat, ya memang karena isi bukunya pun buku teori psikologi jadi wajar kalau berat dan terkesan membosankan. Bahkan rasanya aku seperti sedang membaca buku kuliah. Udah bisa bayangin kan, betapa suntuknya wkwk.

Eh, eh, tapi entar kamu jadi gak mau baca ulasan ini hahaha. Karena tahu isinya tentang teori pemikiran psikologi  C.G. Jung yang dipaparkan oleh Murray Stein. Menariknya adalah dalam ulasan kali ini, aku bakal mengaitkan teori yang kubaca dengan drama Korea. Asyik kan?! Kalau membahas hal teori, tapi dikaitkan dengan hal yang menyenangkan, rasanya gak kayak belajar lagi.

Oke, langsung aja.


Judul: Jung's Map of The Soul an Introduction

Penulis: Murray Stein

Tebal: xii+292 halaman

Terbit: Cetakan kelima, Oktober 2020

Penerbit: Shira Media

ISBN: 987-602-5868-82-5


Buku ini berisi tentang pemikiran teori psikologi Carl Gustav Jung yang dikemukakan oleh Murray Stein. Di dalam buku ini, dibagi menjadi sembilan bab. Dimana bab-bab tersebut saling berkaitan dari teori dasar psikologi menurut C.G. Jung hingga bagian terpenting dalam psikologi analitik. Murray Stein meringkas berbagai macam buku yang ditulis oleh C.G. Jung dalam buku ini. 

Psike merupakan sebuah misteri yang mengundang para petualang untuk menemukan limpahan pengetahuan, sekaligus menghantui para penakut dengan ancaman ketidakwarasan. Mempelajari jiwa manusia adalah tonggak sejarah yang amat penting, karena seluruh dunia bergantung pada sebuah utas, dan utas tersebut adalah psike manusia. Penting bagi kita untuk mengenalinya lebih dalam.(hlm. 3)

Pada bab awal perkenalan ini, buku ini sudah membahas mengenai psike. Ngomong-ngomong mengenai psike, aku teringat dengan sebuah drama Korea yang kebetulan juga sudah pernah aku ulas di blog ini. Yap, judulnya It's Okay not to be Okay. Drama Korea yang mengusung tema kesehatan mental ini emang cocok banget sih untuk mengambil teori mengenai istilah psike yang disebutkan dalam buku ini. 

Psike sebuah istilah inklusif yang meliputi wilayah kesadaran, alam bawah sadar personal, dan alam bawah sadar kolektif. (hlm. 276) 

Sedangkan dalam drama It's Okay not to be Okay, ada sebuah percakapan antara Dokter psikiatri dengan Moon Sang-Tae, ia mengatakan bahwa psike merupakan berasal dari bahasa Yunani Kuno yang artinya adalah penyembuhan. Sementara menurut ibunya Ko Moon-Young, psike berarti dari kata psikopat. Keduanya memang memaknai psike dengan arti secara harfiah yaitu kupu-kupu. 

Namun, baik Dokter maupun Ibu Ko Moon-Young memaknainya berbeda. Jadi, tergantung dari sudut pandang manakah kamu ingin mengambil kesimpulan? Apakah kupu-kupu yang bermakna penyembuhan atau kupu-kupu yang bermakna psikopat?

  • Permukaan (Ego-Kesadaran)
Ego: istilah teknis dari bahasa latin yang bermakna "aku". Kesadaran adalah keadaan terjaga dan dipusatkannya terdapat "aku". (hlm. 15)

 Jadi, Ego ini mempunyai dua fitur, yaitu: Kepribadian no.1 dan Kepribadian no.2

Kepribadian no.2 ini yang dimaksud adalah inti ego yang bersifat bawaan. Jadi, ini adalah ego yang murni dari individu tersebut.

Kepribadian no.1 ini lah selubung kultural dapatan yang bertumbuh seiring waktu. Maksudnya, ini adalah kepribadian yang terbentuk pada masa ketika anak sudah mengenal dunia, lingkungan, kebiasaan, budaya, pengalaman, dan pendidikan di sekolah.

  • Ruangan yang Berpenghuni (Kompleks-Kompleks Psikologi)

Manusia itu bertindak sesuai hasrat ketimbang pikiran. Ia lebih mengedepankan perasaan (paling tidak proses berpikir banyak dipengaruhi oleh bentuk emosi) sebagian besar perhitungan rasional kita sesungguhnya merupakan pelayan bagi hasrat dan ketakutan kita. (hlm. 44)

Untuk meneliti kompleks alam bawah sadar, Jung melakukan penelitian dengan bereksperimen yaitu manusia sebagai objeknya. Menggunakan Uji Asosiasi Kata, mereka menyiapkan 400 kata hingga sedikitnya 100 kata yang ia lontarkan kepada objeknya tersebut, yaitu manusia. (Seperti kata: meja, kepala, tinta, jarum, roti, dan lampu) lalu (perang, jujur, menyerang, membelai, dll.) Dari contoh kata-kata tersebut dianalisislah bagaimana setiap orang bereaksi dan merespon ketika mendengar kata-kata yang disebutkan tadi. 

Singkatnya, kompleks adalah konten-konten di bawah sadar yang bertanggung jawab dalam menimbulkan usikan pada kesadaran. Jadi, imaji perasaan yang akan timbul dari kata yang disebutkan tersebut dapat memberikan respon apa atau yang menjadi penyebab alasan itu tinbul (respon setiap orang) disebutlah kompleks. 

  • Energi Psikis (Teori Libido)
Pada bab ini, Jung ternyata dulunya sempat berkolaborasi atau sependapat dengan Freud (seorang teori psikolog analitik terkemuka lainnya pada masa itu). Freud berpendapat bahwa setiap kegiatan yang dilakukan manusia didasari oleh naluri libido (kehendak) bersifat sensual. Sedangkan, Jung tidak sepenuhnya setuju. Ia mengemukakan ada saat-saat dimana manusia tidak selalu bertindak sesuai libido (seksual)-nya. 

Misal: tentang Seni dan Musik.
Nah, dalam hal ini berkaitan dengan RM - BTS yang kusebutkan di awal bahwa ia mengambil teori psikologi dari Jung mungkin ada kaitannya dengan ini. Karena pantas aja, musik BTS itu kan juga merupakan seni. Maksudnya, kenapa ia mengambil teori psikologi dari Jung? Padahal teori psikolog kan tidak hanya Jung. 

Menurutku, ini dikarenakan BTS dalam menciptakan musiknya tidak sembarangan. Ia ingin mengaitkan seni dan musik dengan kehidupan dewasa muda, khususnya dalam bidang yang dapat ditarik adalah psikologi. Seperti lagu BTS yang berjudul Intro: Persona, Outro: Ego, dan Interlude: Shadow. Ketiga judul musik ini merupakan teori psikologi yang dikemukakan oleh Jung. 

Kalau kamu mendengarkan musik dengan judul-judul tersebut, lalu mencocokkan dengan isi buku ini, kamu juga akan tahu bahwa lirik lagu dari judul-judul tersebut pun berkaitan maknanya dengan makna persona, shadow, maupun ego yang dikemukakan oleh Jung.

Balik lagi ke energi psikis.
Energi psikis dijelaskan bahwa tidak selalu berhubungan dengan energi fisik. Maksudnya, orang yang sakit (energi fisik) tetap bisa melakukan hal produktif yaitu mengisi energi psikisnya. 

Contohnya, saat kita sakit (ini disebut energi fisik) maksudnya kita kan gak punya kekuatan alias lemah karena lagi sakit. Tapi, itu gak menjadikan kita jadi orang yang gak produktif. Walaupun badan kita lagi sakit, bukan berarti kita gak bisa melakukan apapun. Kita masih bisa melakukan hal yang bermanfaat, seperti menulis. Kan dalam menulis (membuahkan karya) memerlukan pikiran.
  • Batas-Batas Psike (Naluri, Arketipe, dan Alam Bawah Sadar Kolektif)
  • Yang Diungkapkan dan Disembunyikan Terhadap Orang Lain (Persona dan Bayang-Bayang)
Kita bisa mengatakan bahwa seseorang memiliki satu kepribadian, tetapi faktanya kepribadian tersebut terdiri dari sekelompok subkepribadian. (hlm. 125)

Bayang-bayang adalah siluet diri yang mengikuti di belakang ketika kita berjalan ke arah cahaya. Persona kebalikannya, dinamakan berdasarkan istilah Romawi bagi topeng seorang pemain teater. Inilah wajah yang kita gunakan ketika menghadapi dunia sosial di sekeliling kita. (hlm. 126)

Nah, sampailah kita pada pembahasan persona dan shadow (bayang-bayang).

Kalau bisa aku simpulkan, persona itu bagaikan topeng (kepribadian) yang kita tunjukkan kepada orang lain. Karena apa yang ingin orang lain lihat dan terima. Di sini dijelaskan bahwa persona bagaikan moral. Sedangkan bayang-bayang (shadow) merupakan tindakan amoralnya. Keduanya saling berkebalikan.

Maka dari itu, shadow berada di bagian tergelap diri kita. Karena ia tidak sesuai dengan standar yang dinilai baik oleh masyarakat, kalau kita menunjukkan sisi shadow kita, kita akan dianggap amoral. Padahal, shadow gak selalu berarti buruk. 

Analoginya begini, bayang-bayang itu ibarat anak tiri, sedangkan persona adalah anak kandung. Bisa juga dibilang kalau bayang-bayang itu kayak hal yang buruk yang akan memalukan kalau ditunjukan pada sekitar (kekurangan kita). Sedangkan persona adalah ekspektasi yang harus ditunjukan kepada orang-orang. Karena itu lah yang diterima masyarakat. 

Dalam rasa bersalah membuat kita mau untuk maju. Sehingga orang yang merasa bersalah akan bisa dengan cukup dikembalikan kepada komunitas. Untuk dididik kembali menjadi lebih baik. Sedangkan rasa malu memupuskan harga diri. Membuat kita jadi manusia yang hati-hati dan selalu takut. Takut untuk merasa malu. Begitu lah shadow digambarkan sebagai rasa malu, sedangkan persona adalah rasa bersalah. 

  • Jalan Menuju Ruangan yang Lebih Dalam (Anima dan Animus)
Bagi laki-laki anima adalah sosok feminin.
Bagi perempuan animus yaitu bersifat maskulin.

Jadi, pada bab ini kita bakal lebih mengenal apa itu anima dan animus?
Anima adalah imaji arketipal perempuan abadi dalam bawah sadar seorang pria, yang menghubungkan ego-kesadaran dan alam bawah sadar kolektif, serta memiliki potensi untuk membuka jalan menuju diri.

Animus adalah imaji arketipal laki-laki abadi dalam bawah sadar seorang perempuan, yang menghubungkan ego-kesadaran dan alam bawah sadar kolektif, serta memiliki potensi untuk membuka jalan menuju diri. (hlm. 275)

Laki-laki yang memiliki anima (misal: animanya tidak berkembang) cenderung menarik tenggelam semakin dalam terhadap diri jadi pembawa suasan hati bermasalah. Oleh karena itu, laki-laki pada umumnya mencari perempuan untuk mengelola emosinya. 

Sedangkan perempuan yang dikuasai oleh animusnya (cenderung kasar tidak sesuai dengan ekspektasi personanya) maka ia akan mencari laki-laki yang dapat menerima dan menggunakan inspirasi-inspirasi dari pikirannya.

Anima: "Jiwa" dari bahasa Latin yang dalam bahasa Inggris yaitu "Soul"

Animus: "Roh" dari bahasa Latin yang dalam bahasa Inggris yaitu "Spirit"   

Jung juga mengatakan bahwa pada umumnya laki-laki yang dominan bersifat maskulin di luarnya, sebenarnya di dalamnya ia sangatlah feminin. Begitu pun sebaliknya. Perempuan yang dominan sisi feminin di luarnya, sebenarnya di dalam dirinya, ia condong pada sifat maskulinnya. 

Aku jadi teringat drama Korea True Beauty. Di dalam drama itu ada tokoh yang bernama Soo Jin, ia adalah teman JuKyung. Saat ada sebuah adegan di dalam dramanya, ia melihat sebuah kejadian pelecehan seksual. Seingatku ada seorang cowok yang berusaha memfoto bagian bawah rok perempuan yang sedang berdiri di bus. Soo Jin memergokinya, cowok itu berusaha kabur dengan menghentikan bus. Namun, Soo Jin tetap mengejar cowok tersebut. Bahkan memberikan tendangan atau pukulan telak buatnya. 

Ini membuktikan sosok Soo Jin digambarkan atau divisualisasikan sebagai sosok perempuan yang feminin penampilan luarnya. Namun, saat ada tindak yang tidak sesuai, ia berubah menunjukkan sisi maskulinnya, yaitu menghajar si cowok mesum tersebut.

  • Keutuhan dan Pusat Transeden Psike (Diri)
  • Ketika Diri Mewujud (Individuasi)
Murray Stein mengemukakan bahwa teori psikologi Jung yang membedakan dengan teori psikologi analitik lainnya adalah pada pembahasan ini. Tidak seperti teori psikolog analitik lainnya, Jung melihat kehidupan bisa berkembang dari berbagai fase kehidupan (usia). Tidak hanya masa kecil saja yang menjadi penentu penting seseorang berkembang dalam hidup.

Aku menangkap maksudnya adalah berarti setiap orang bisa mempunyai kesempatan atau kemampuan untuk mengubah kepribadiannya (berkembang). Tidak ditentukan oleh bagaimana ia hidup selama masa kecilnya saja.

Dalam bab ini juga membahas tentang transferens. 
Jadi, Murray Stein menceritakan bahwa Jung pernah menuliskan cerita ia bersama pasiennya yang berusia 55 tahun. Dimana pasien tersebut adalah seorang wanita yang tidak menikah. Pada tahun itu, perempuan yang tidak menikah dan lebih memilih karier cukup biasa. Walau pada tahun berikutnya, hal itu tidak berlaku.

Tapi, bukan itu intinya. Wanita ini datang kepada Jung untuk mempertanyakan bagaimana baiknya ia hidup sebagai individuasi. Jung lalu menyarankan untuk terapi, wanita tersebut dapat melukis untuk mengungkapkan dan mengekspresikan perkemabngan perasaannya.

Lalu, ada tahap dimana ia melukis sebuah gambar tentang batu yang disambar petir. Di dalam batu itu ada dirinya yang terbebas. Sementara, kiasan dari gambar petir adalah sosok Jung sebagai dokternya. Maka, dalam istilah psikiatrinya fenomena tersebut dinamakan transferens.

Transferens yaitu keadaan dimana pasien (dalam hal ini wanita 55 tahun yang datang pada Jung sebagai dokternya) merasakan si dokter adalah orang yang maha tahu. Ia bergantung padanya, dan merasa hanya dokternya lah yang paling mengerti dirinya. 

Nah, dalam istilah transferens ini aku pernah dengar dari drama Korea yang pernah kutonton berjudul Fix You. Sebuah drama Korea yang dibintangi oleh Jung So-Min sebagai pasien kepribadian ambang yang mengalami transferens terhadap dokter yang merawatnya. Dokter tersebut merasa bahwa rasa suka yang ditunjukan oleh Jung So-Min (duh, kulupa nama tokohnya di dramanya apa wkwk) adalah efek dari transferens. Bukan rasa suka sebenarnya. 

  • Tentang Waktu dan Keabadian (Sinkronisitas)
Albert Einstein pernah menjadi tamu Jung. Ia mengungkapkan teori relativitasnya. Walaupun Jung tidak begitu mengerti konsep matematikanya, tetapi ia teratarik dengan teori relativitas. Yang akhirnya menghubungkannya dengan teori sinkronisitasnya. Bersama W. Pauli ia membuat sebuah buku mengenai teori tersebut.

Sinkronisitas dan Kauslaitas
Jung berpendapat terkadang sesuatu tidak selalu berasal dari sebab-akibat (kausalitas).
Contoh: Seorang suami yang suka memukuli istrinya tidak selalu dikarenakan kausalitas, misal saat kecil ia sering dipukuli, makanya saat besar ia melakukan hal yang sama terhadap istrinya. Atau disebut juga mother complex.
Namun, yang sebenarnya terjadi, hal tersbeut tidak selalu berdasarkan kausalitas (sebab-akibat) bisa jadi hanya karena suami ingin merasa berkuasa (inferior) terhadap istrinya, maka terjadilah ia suka memukuli istrinya.

Nah, dari pembahasan sembilan teori psikologi analitik menurut C.G. Jung yang dikemukakan oleh Murray Stein ini, aku dapat membuat simpulannya;

Pertama, ini akan sangat bias sih haha. Karena referensi tontonanku juga kali ya, jadi setiap saat membaca buku ini, lalu mengetahui suatu istilah yang gak asing, yang terlintas dalam otakku adalah tidak jauh dari drama Korea atau bahkan BTS. Jadi, aku hanya bisa memberi contoh refleksi dari teori psikologi ini berdasarkan drama Korea.

Kedua, setelah membaca buku ini, aku jadi semakin merasa kagum dengan cerita-cerita yang ada di drama Korea. Karena terbukti istilah yang kusebutkan di atas, terasa tidak asing di telinga dan dipemahamanku berkat drama Korea yang kutonton. Hebatnya lagi, aku merasa kagum karena itu membuktikan drama Korea selalu riset dalam ceritanya dan penulis naskahnya tuh bisa banget menarik bentuk teori direalisasikan dalam bentuk fiksi menjadi punya cerita yang menarik. 

Contohnya udah aku sebutkan di beberapa pembahasan sebelumnya.

Ketiga, aku jadi makin paham bahwa inilah peta jiwa psikologi analitik berdasarkan C.G. Jung. Dengan berbagai makna pembahasannya. Intinya adalah teori ini membawa kita untuk lebih mengenal diri kita sendiri khususnya, dan diri orang lain umumnya.

Nah, kalau dari kamu sendiri bagaimana? Udah baca juga buku ini? Atau keburu mumet duluan mau baca, karena bukunya bahas tentang teori? ahahaha. Apapun itu, kali aja kamu minat untuk diskusi bareng di kolom komentar. Aku akan sangat senang membacanya. 

Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Sampai bertemu di tulisanku lainnya. Semoga sih tulisannya berfaedah juga, yaudah bye! 

Comments