Berdialog (1)

Hai! Akhirnya aku ingat punya blog ini, haha. Lebih tepatnya, aku menulis blog yang satu ini memang sedang ingin berdialog dengan diriku sendiri. Tidak terasa ya, sudah pergantian tahun lagi. Wow, aku harap 2022, aku bisa sehebat 2021.

Setidaknya, sampai saat blog ini diunggah, aku berhasil melewati hari-hariku dengan baik, kan?! Tahun 2021 aku masih sempat dan excited buat menulis resolusi loh. Tapi, entah tahun ini rasanya aku gak punya banyak harapan seperti tahun-tahun sebelumnya. 

Aku ingin meluapkannya di sini, tadinya kupikir itu bisa sedikit membantu meringankan pikiranku. Tapi, kupikir lagi, blog ini tetap tempat publik. Orang-orang tidak dikenal, atau dikenal, mungkin akan menemukan tulisan ini. Jadi, aku mengurungkan niatku untuk menulis dengan begitu lepas. 

Tapi, ada beberapa hal yang tetap ingin kuungkapkan. Kamu percaya tes MBTI gitu gak sih? Dibandingkan percaya horoskop bintang, aku lebih suka mengamati diri lewat tes psikologi MBTI. Terakhir kali aku mengikuti tes yang beredar di internet, aku termasuk INFJ-A. Berbeda sedikit dengan pertama kali aku mengikuti tes itu, yang menunjukkan INFJ-T. 

Itu mengapa, aku sadar aku suka menulis daripada banyak berbicara. Menulis menurutku cara lainku untuk berdialog. Tapi, sadar gak sih? Kalau menulis tuh termasuk hebat loh? Karena saat menulis, perasaan yang tertuang benar-benar jujur dari apa yang dipikirkan oleh si penulis. Apalagi kalau yang ditulis adalah curhatan. Beda konteks kalau emang tujuan seorang untuk menulis itu adalah menulis cerita fiksi ya. 

Sedangkan saat berkomunikasi, kita gak pernah tahu apakah orang tersebut berbohong. Dalam menulis, kebanyakan membawa alam bawah sadar, perasaan, isi hati si penulis. Jadi, bisa menyimpulkan sendiri kan maksudku. 

Iya, terkadang aku juga merasa saat aku menulis, aku terlalu bertele-tele dalam menjelaskan sesuatu. Entahlah, aku merasa orang-orang harus tahu betul dari dasar atau latar belakangnya gitu. Makanya terkesan bertele-tele. 

Seperti tulisan ini. Omonganku udah berbelit-belit kan?! Haha. Oke, back to story. Jadi ceritanya, aku kan punya teman yang emang sudah dekat sejak kami duduk di bangku SMA kelas sebelas. Kenapa kelas sebelas? Karena aku pindahan di sekolah itu di kelas sebelas. Sampai saat ini kami mengajar di sekolah yang sama. Intinya, hubungan kami sangat baik. 

Tapi, aku sadar banget, akhir-akhir ini entah mengapa aku merasakan lumayan menyimpan banyak rahasia seorang diri daripada curhat ke dia. Ya, memang sih, sejak dulu juga sebenarnya dia tipe orang yang lebih banyak bercerita dibandingkan diriku. 

Oke, tbh aku sadar alasannya. Semakin ke sini, aku malah semakin gak bisa terlalu percaya sama orang lain. Aku sadar, aku membentengi diriku pada orang-orang. Aku memang mengobrol masih baik-baik aja dengannya, dengan siapapun. Tapi, untuk menceritakan tentang diriku, apa yang kualami, aku merasa lebih aman untuk kusimpan seorang diri tanpa ada yang tahu. 

Aku gak tahu apa dia merasakannya juga atau enggak. Tapi, selama kami masih berhubungan baik, itu tandanya gak ada yang harus dipermasalahkan kan?! 

Orang introvert sepertiku, biasanya baru akan bercerita tentang siapa dirinya, seterbuka itu pada orang yang memang dianggap sudah nyaman untuk bisa diajak bertukar cerita. 

Jadi, beberapa saat lalu, aku menceritakan masalahku pada satu orang cowok. Biasanya, aku orang yang sangat tertutup loh. Masalah itu pun, hanya kuceritakan padanya. Tentu aja, aku bercerita karena aku merasa dia pernah curhat padaku juga, aku sudah nyaman lah untuk bisa bercerita padanya. 

Tapi, gak lama setelah aku bercerita hal tersebut. Cowok itu malah salah paham. Dia pikir aku mau diajak jalan dengannya, sampai cerita tentang masalahku adalah karena aku menyukai dirinya. Dengan terus terang dia menanyakan hal itu padaku di chat whatsapp. Coba deh bayangkan, gimana perasaanmu dichat seperti itu dengan temanmu? 

Awalnya ya aku balas tertawa. Dan berpikir, duh ini orang jadi ke-GR-an. Tapi, ada satu hal yang menyebalkan setelahnya. Tiba-tiba dia chat lagi, kalau dia pura-pura minta izin untuk PDKT-an dengan temanku di masa SMA. 

Kronologisnya, kenapa dia bisa mau kenalan dengan teman masa SMA-ku karena Mbak X adalah teman satu circle lah denganku dan si cowok ini saat di kampus. Nah, Mbak X ini ternyata satu tempat kerja dengan teman SMA-ku itu. Dan dia lah yang merekomendasikan untuk mengenalkan si cowok itu dengan teman SMA-ku. 

Saat SMA memang aku dengan teman SMA-ku ini istilahnya satu circle lah. Pasti kemana-mana selalu berlima. Sampai akhirnya lulus SMA, pertemuan kami udah gak seintens dulu. Aku cuma paling akrab dengan teman SMA-ku yang kubilang di awal cerita tadi. 

Intinya adalah aku agak kesal dengan si cowok. Apa maksudnya coba setelah ujug-ujug menuduh aku suka sama dia. Saat kujawab enggak, dia bilang mau kenalan dengan temanku. Toh, yang mengenalkan kan bukan aku, kenapa sok-sokan pakai mau izin segala denganku? 

Jadi, aku merasa menyesal udah pernah percaya buat bercerita masalahku pada orang macam dia. 

Huft, lagi-lagi karena memang tujuanku menulis di sini untuk berdialog dan meluapkan perasaanku, tulisan ini jadi berakhir gak jelas. As always ahaha. Baiklah, aku juga udah mulai capek mengetiknya, bye bye sampai bertemu di blog lainnya. 

Semoga next blog aku bisa menulis yang berfaedah sih haha. 

Comments